Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Amir Hamidy,
berhasil menemukan dua spesies baru katak. Masing-masing dinamai Leptobrachium ingeri dan Leptbrachium kanowitense.
Ukuran dua spesies tersebut terbilang mungil, hanya sebesar jari tangan. L ingeri dan L kanowitense hanya memiliki panjang 3-5 cm dengan ukuran betina lebih besar. Spesies ini termasuk yang terkecil di genusnya.
Kedua spesies tersebut ditemukan lewat penelitian spesies kompleks Leptobrachium nigrops
yang tersebar di wilayah Semenanjung Malaya, Singapura, Indonesia
(Belitung), dan Borneo (Sarawak, Malaysia). Penelitian dilakukan sebab
sebelumnya diketahui bahwa populasi L nigrops di Semenanjung
Malaya, Belitung, dan Borneo memiliki keragaman genetik tinggi. Hal
tersebut menjadi indikasi bahwa masing-masing populasi merujuk pada
spesies yang berbeda.
Sebanyak 31 spesimen dari Sarawak Research
Collections (SRC), Kyoto University, dan Museum Zoology, Bogor,
digunakan untuk analisis morfologi. Adapun 23 spesimen dari 10 spesies
dari genus Leptbrachium digunakan untuk analisis molekuler. Suara katak dipelajari dengan rekaman.
Riset menemukan bahwa populasi di masing-masing wilayah memang merujuk pada spesies berbeda. L nigrops adalah populasi yang mendiami Singapura. Populasi yang mendiami Belitung dan pantai Sarawak adalah L ingeri, sedangkan yang mendiami daratan Sarawak adalah L kanowitense.
Dalam wawancara dengan Kompas.com lewat
surat elektronik, Kamis (26/7/2012), Amir menuturkan bahwa perbedaan
antara ketiga spesies bisa dilihat secara genetik setelah dilakukan
analisis pada DNA mitokondria dan inti. "Untuk katak, perbedaan antar
jenis dengan jarak 3 persen, biasanya sudah dikatakan berbeda. Jarak
genetik antara L. nigrops, L. ingeri dan L. kanowitense sangat besar, lebih dari 9 persen," urai Amir.
Secara morfologi ketiga spesies memiliki ciri bentuk ujung jari tangan dan kaki, posisi selaput di kaki, warna tympanum (organ serupa telinga pada katak) serta warna bagian perut yang berbeda. L ingeri punya ujung jari lebih meruncing, sedangkan dua jenis lainnya memanjang. L ingeri juga memiliki tympanum hitam dan warna ventral bertotol. Dibanding dua jenis lain, L ingeri memiliki selaput dikaki lebih mengembang (developed).
Sementara itu, L nigrops memiliki ujung jari dan selaput kaki yang kurang berkembang baik. Adapun L kanowitense khas karena memiliki tympanum berwarna cokelat muda dan perut warna putih tanpa totol.
Dari sisi suara, nada suara L nigrops berbeda dari L ingeri note meskipun frekuensinya overlap. Beberapa studi menunjukkan bahwa karakteristik suara jenis katak spesies kompleks memang tak jauh berbeda.
Pembentukan Spesies yang Rumit
Fakta bahwa L nigrops
ternyata merupakan tiga spesies yang berbeda menjadikan pemahaman
evolusi ketiganya menjadi semakin rumit. Sebelumnya, diketahui bahwa
genus Leptobrachium menyebar dari China ke Asia Tenggara dan spesies L nigrops terbentuk.
Kini
dengan tiga spesies yang berbeda, spesiasi setidaknya melibatkan dua
peristiwa geologis terkait bergabung dan memisahnya Borneo dengan
Semenanjung Malaya pada masa Miocene (15 juta tahun lalu) dan Pliocene
(5 juta tahun lalu). "L. kanowitense lebih dulu berevolusi
menjadi spesies tersendiri," ungkap Amir yang mengatakan bahwa proses
spesiasi ini terjadi saat Borneo pertama kali terpisah dengan Sumatera,
Jawa, dan Semenanjung Malaya.
Setelah pemisahan ini, karena adanya
dinamika ketinggian permukaan laut, Borneo kembali menyatu namun
kemudian memisah lagi. Proses ini menyebabkan isolasi habitat yang
memicu spesiasi. "Proses terisolasi yang kedua kali inilah yang
memisahkan nenek moyang L. ingeri dengan nenek moyang L. nigrops dan masing-masing berevolusi menjadi L. ingeri dan L. nigrops," papar Amir.
Bukti dari proses tersebut bisa dilihat dari penyebaran masing-masing jenis. Saat ini, L ingeri terdistribusi di wilayah pantai Borneo sementara L kanowitense yang ada lebih dulu berada di daratan. Populasi L ingeri saat
ini diketahui juga terdapat di Belitung. Karena Pulau Borneo terbentuk
lebih dahulu dibanding terbentuknya Belitung, maka diduga L ingeri bermigrasi dari Borneo ke Belitung
Diperkirakan juga, L ingeri bermigrasi
hingga Sumatera. Namun, ini benar-benar masih dugaan. Keberadaan
spesies itu perlu dibuktikan di wilayah Sumatera, Selat Karimata, dan
Kepulauan Natuna. "Kalau misalnya L. ingeri bisa ditemukan di Sumatra, ini akan bisa menguji keabsahan hypothesis ini," kata Amir yang melakukan studi ini sebagai bagian dari disertasinya di Kyoto University, Jepang.
Dua Kali Lipat Lebih Banyak
Terurainya spesies kompleks L nigrops adalah
bentuk sumbangsih teknik analisis molekuler dalam taksonomi saat ini.
Beragam jenis spesies kompleks yang sulit diidentifikasi secara
morfologi kini bisa dijelaskan
Jika teknik molekuler terus
dipakai dalam mempelajari katak, Amir mengatakan, "Saya yakin jumlahnya
akan menjadi lebih dari dua kali lipat. Memang tidak semua jenis punya
spesies kompleks, tapi untuk katak, saya yakin setiap genus pasti punya
spesies kompleks."
Pendekatan molekuler dalam taksonomi
menjadikan tingginya penemuan spesies baru menjadi tak mengherankan.
Vietnam, misalnya, memiliki jumlah amfibi yang meningkat dari 82 spesies
menjadi 162 spesies dalam 9 tahun dari tahun 1996 sampai 2005.
Indonesia
saat ini memiliki sekitar 303 spesies amfibi. Jumlah kekayaan amfibi
Indonesia adalah nomor 8 di dunia, nomor 2 di Asia setelah China serta
nomor 1 di kawasan Asia Tenggara. Borneo sendiri punya 150 jenis amfibi.
Borneo sendiri dari genus Leptobrachium saja sudah memiliki dua jenis yang merupakan spesies kompleks, yaitu L abbotti dan L montanum. Kawasan Indochina punya spesies kompleks seperti L smithi dan L chapaense.
Dengan
kekayaan yang dimiliki, Amir mengatakan bahwa Indonesia seharusnya bisa
menjadi pemimpin dalam penelitian biodiversitas di Asia Tenggara. Untuk
itu, perlu perhatian pemerintah.