Kerjasama penelitian perikanan antara ilmuwan Indonesia dan Perancis
membuahkan hasil yang mengagumkan. Tim peneliti berhasil menemukan empat
spesies ikan pelangi baru dari Teluk Arguni, Kaimana, Papua Barat.
Renny
K Hadiaty, peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) yang terlibat riset mengungkapkan, salah satu jenis
baru yang ditemukan ialah Melanotaenia arguni atau Rainbow Arguni.
Melanotaenia arguni
memiliki warna cokelat muda di bagian dorsal dan putih kelam di bagian
bawah tubuhnya. Sementara itu, warna abu-abu memencar indah dari bagian
pangkal hingga ujung siripnya.
Spesies lain yang juga ditemukan adalah Melanotaenia urisa atau
Pelangi Urisa. Sisik pada bagian atas tubuh ikan ini berwarna cokelat
sementara sirip pektoralnya bening. Tubuh ikan ini juga dihiasi delapan
baringan strip cokelat.
Spesies tersebut berasal dari aliran dan
genangan dangkal air tawar. Volume genangannya dipengaruhi oleh
fluktuasi air Danau Sewiki, terletak 6 kilometer tenggara Kampung Urisa,
Arguni Bawah.
Jenis yang tak kalah indah adalah Melanotaenia veoliae atau
Rainbow Veolia. Salah satu yang khas dari jenis ini adalah adanya
noktah merah muda di belakang mata. Ciri lain, sirip serta anal berwarna
merah darah disekat warna biru.
Melanotaenia veoliae ditemukan
di Sungai Gebiasi, sungai yang terletak 14 kilometer selatan Wanoma,
Arguni Bawah. Sungai Gebiasi bersumber dari air karst, pertama mengalir
60 meter, lalu ke bawah tanah dan muncul lagi 200 meter di tubir batu
dekat kawasan mangrove setempat.
Jenis terakhir yang ditemukan adalah Melanotaenia wanoma
atau Pelangi Wanoma. Jenis ini ditemukan di Sungai Wermura, 16 km
selatan wanoma, Arguni Bawah. Bagian atas tubuhnya berwarna kecokelatan,
tutup insang berwarna emas, sirip dorsal dan anal serta kuncup sirip
berwarna kemerahan.
Habitat Pelangi Wanoma dialiri air kristalin
dari barisan pegunungan karst Kaimana. Sungai ini pertama mengalir
sejauh 200 meter sebelum menghilang di batuan karst lalu muncul kembali 1
kilometer di kawasan mangrove setempat.
Keempat spesies yang ditemukan kali ini merupakan hasil ekspedisi penelitian Lengguru-Kaimana
yang dilakukan pada tahun 2010. Dalam ekspedisi ini, terlibat pula
Laurent Pouyaud, peneliti dari Institut de Recherche pour le
Dèveloppement (IRD) Perancis.
Selama ekspedisi, tim menggunakan
kapal riset Airaha 2 milik Akademi Perikanan Sorong, sedangkan untuk
mencapai sumber air tawar, tim menggunakan perahu karet kemudian
dilanjutkan dengan berjalan kaki. Tak jarang, tim harus menginap di
jalan selama berhari-hari.
Program riset karst di wilayah
Lengguru sendiri mengkaji keanekargaman hayati dan relasinya dengan
historis evolutif Lengguru. Pendekatan DNA Barcoding digunakan dalam
penelitian ini.
Wilayah Lengguru yang terletak antara Kepala
Burung Papua dan daratan Niugini penting karena menjadi titik kunci
penyebaran grup Melanotaenia. Lengguru muncul ke permukaan 10-11 juta
tahun silam diikuti munculnya pegunungan tengah Niugini termasuk
pegunungan Jayawijaya sekitar 8 juta tahun lalu.
Selama ini,
keanekaragaman jenis ikan di wilayah Lengguru belum banyak terdata.
Dengan temuan baru ini, jenis ikan pelangi yang terdata menjadi 23
jenis, yang terbagi dalam dua genus yaitu Melanotaenia dan Pelangia.
Terancam
Kadarusman,
peneliti dan dosen Akademi Perikanan Sorong, Papua Barat yang juga
terlibat penelitian menuturkan bahwa spesies ikan baru yang ditemukan
menghadapi tantangan lingkungan yang besar.
"Berdasarkan
deskripsi habitat dari keempat spesies baru tersebut, dapat dikatakan
bahwa jenis-jenis menawan di atas sedang terancam, mengingat habitatnya
sangat terbatas," urainya dalam surat elektronik kepada Kompas.com, Minggu (22/7/2012).
Jenis Melanotaenia arguni
misalnya, menghadapi tantangan karena habitatnya yang mengalami
pendangkalan hebat. Hampir semua likukan di Sungai Jasu tempat ikan ini
hidup dipenuhi deltas pasir.
Kadarusman pun mengatakan, Melanotaenia arguni
juga sangat rentan stres. Saat penelitian, ia menemukan bahwa tubuh
ikan ini dipenuhi benjolan putih, kondisi ini mungkin disebabkan oleh
kualitas air di habitatnya yang dikelilingi tanaman perkebunan.
Kelangsungan
hidup spesies yang baru saja ditemukan ini tergantung pada ketersediaan
sumber air dari kawasan karst. Kelangsungan jenis Melanotaenia urisa misalnya, sangat dipengaruhi ketersediaan air bongkahan batu dari pegunungan karst Berari.
Untuk
menjaga kelangsungan spesies ini, Kadarusman mengungkapkan perlunya
upaya konservasi oleh semua pihak. Sumber daya air di kawasan karst
sangat dipengaruhi iklim dan penebangan hutan. Perusakan hutan akan
mengganggu kelangsungan ekosistem karst.
Upaya menjaga
kelangsungan jenis ikan pelangi bukan tanpa tujuan. Salah satu yang bisa
dibayangkan, kelangsungan jenis ikan pelangi akan memberi kesempatan
bagi masyarakat setempat untuk menekuni budidaya ikan pelangi sebagai
ikan hias.
Gigih Setiawibawa, peneliti Balai Penelitian dan
Pengembangan Ikan Hias telah berhasil mendomestikasi puluhan jenis ikan
pelangi Papua yang didapatkan sejak ekspedisi tahun 2007 silam. Lebih
dari separuh koleksi sudah bisa disebarkan ke masyarakat pembudidaya.
Budidaya ikan pelangi telah dilakukan masyarakat. Namun, masyarakat sebelumnya hanya mengenal jenis M. boesemani asal Danau Ayamaru, Papua Barat dan Glossolepis incisus, asal Sentani, Papua. Penemuan dan pelestarian jenis ikan pelangi akan meningkatkan variasi jenis ikan budidaya.